Hari ini saya bertemu
seseorang. Dia tampak asing namun juga terasa sangat dekat. Selama ini saya
mengira dia tidak pernah ada. Namun ternyata dia selalu menemani
saya dalam setiap perjalanan yang saya tapaki.
Entah bagaimana, atau
mungkin karena sudah waktunya juga, akhirnya saya menemuinya.
Bisa dibilang pertemuan
kami bukanlah pertemuan yang nyaman. Bahkan pada beberapa saat, adakalanya
saya merasa ini menyakitkan. Tapi saya tau, saya mengerti bahwa bertemu
dengannya adalah hal yang saya butuhkan.
Saya bertemu Dina kecil.
Saya menatap kedua matanya yang bulat, pipinya yang tembem, rambutnya yang dipotong pendek. Saya menyentuh tangan-tangannya yang kecil. Saya merasakan hangat di pelupuk mata. Bertemu dengannya membuat saya menangis. Rasanya seperti bertemu dengan seorang sahabat lama yang secara tidak sadar ternyata saya rindukan.
Saya mengelus rambut pendeknya, kami bertatapan cukup lama.
Hingga akhirnya ia berkata “jangan menangis”.
Kami berpelukan lama, lama sekali. Saya biarkan dia menangis di pelukan saya karena selama ini ia selalu menangis sendirian.
Dia mengeluhkan rasa sakit dalam
dadanya, rasa sakit karena kesendiriannya.
“Terima kasih sudah
datang”, katanya.
Dia menghela napas
panjang tanda kelegaan setelah selama ini ia telah menahan semuanya sendirian.
Dina kecil tidak tau
bagaimana rasanya dicintai. Dia bertanya kenapa kita tidak punya rumah sehangat
rumah orang lain? Rumah di mana tidak ada ayah dan ibu yang saling membenci,
saling berteriak, saling memaki, dan saling menyakiti. Dalam pelukan saya, Dina kecil mengaku bahwa dia lelah sekali.
Dia bilang, terkadang ia terpaksa harus menyakiti dirinya sendiri karena ia tidak tau bagaimana lagi caranya menahan rasa sakit yang ia terima. Dia mengeluhkan amarah dan luka yang membuatnya tidak berdaya.
Segala hal yang dia rasakan selama bertahun-tahun membuatnya terkurung hingga dia tidak mampu merasakan jiwanya sendiri.
Saya hanya bisa diam mendengar semua yang ia keluhkan dalam isak tangis sambil memeluknya dan mengucapkan maaf.
Maaf karena baru sekarang saya berani datang untuk menemuinya.
Maaf karena selama ini saya tidak menyadari keberadaannya, hingga ia semakin terluka.
Maaf karena tidak memeluknya dengan erat seperti sekarang.
Maaf karena dia tidak merasakan cinta yang selalu ingin ia rasakan.
Maaf
karena tidak membantunya untuk menjadi lebih kuat.
Saya
bertanya kepada Dina kecil, apa yang dia inginkan?
Dia menjawab sambil
terisak,“aku mau ayah dan ibu meminta maaf”.
Saya kembali memeluknya
dan berkata, “mereka sudah dimaafkan”.
Saya menceritakan kepadanya bahwa setiap hari saya memohon kepada Tuhan agar diberi hati yang luas dan mampu memaafkan, meski tidak ada permintaan maaf sekalipun.
Saya berkata kepada Dina kecil bahwa Tuhan sudah
mengabulkan doa kita.
Saya memutuskan untuk menemani dia lebih lama. Kami bermain bersama, mendengarkan setiap celotehan dan melihat matanya yang berbinar-binar. Dina kecil sangat mengagumi hal-hal yang terjadi di sekitarnya. Dia suka hujan, dia suka jalan kaki sehabis hujan. Dia suka membaca komik, buku cerita bergambar, buku fiksi.
Kami sama-sama
suka menggambar. Jadi saya temani dia menggambar dengan krayon favoritnya. Saat
itu dia bilang warna kesukannya adalah kuning, jadi dia mewarnai semua bentuk
yang ada di kertas gambarnya dengan warna kuning. Pita, kumbang, daun-daun,
semua ia warnai kuning.
Saya mengelus rambutnya lagi, menggenggam tangannya lalu memeluknya kembali.
Saya memang ingin memeluknya banyak-banyak karena dia selalu merindukan pelukan tulus dan cinta yang tidak pernah dia rasakan. Saya ingin berlama-lama menemaninya, agar ia tidak merasa sepi dan sendirian lagi.
Saya bilang, saya akan sering mengunjunginya.
Senyumnya merekah dan kami pun berjanji akan saling menemani.
Saya akan sering
menulis surat tentang betapa saya sangat mencintainya. Saya akan menuliskan
bahwa saya mengakui setiap luka dan segala hal yang pernah ia terima selama
ini, dan saya berterima kasih karena ia sudah menjadi Dina kecil yang kuat
sekali.
Dina kecil sekarang sudah terbebas.
Setelah bertahun-tahun, kini ia bisa merasakan jiwanya sendiri.
Hari ini, perjalanan Dina
kecil sampai pada halaman dua puluh delapan.
Terima kasih sudah memilih untuk tetap hidup.
Saya mencintaimu..